SENGETI - Warga Desa Bakung Kecamatan Marosebo Kabupaten Muaro Jambi menolak rencana pembangunan Klenteng di desa setempat.
Mereka menolak dikarenakan pembangunan tersebut menyalahi aturan. Pihak kelenteng diduga membohongi masyarakat dengan alih-alih mendirikan masjid besar, bukan mendirikan Klenteng.
Informasi yang dihimpun, pengurus Klenteng mendatangi pihak desa untuk meminta izin pendirian bangunan. Dari pihak desa, mereka mengarahkan untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
Untuk memuluskan rencana tersebut, ada warga yang diperintahkan mendatangi rumah warga lain untuk menandatangani persetujuan pembangunan. Disinyalir warga yang menandatangani persetujuan itu diberikan sejumlah uang.
Informasi ini kemudian menyebar kepada masyarakat, selanjutnya ada warga yang tidak setuju dengan rencana pembangunan tersebut berang dan melaporkan persoalan ini kepada Camat Marosebo.
Karena berpolemik, camat Marosebo Yopi memanggil pihak terkait termasuk dengan pihak Klenteng, FKUB, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, kepala desa dan unsur terkait lainnya.
Sudir Putra tokoh pemuda Desa Bakung dalam pertemuan dikantor Camat Marosebo mengaku jika masyarakat tidak mempermasalahkan siapapun untuk membangun rumah ibadah karena itu merupakan amanat undang-undang, Namun demikian patut di ketahui jika pembangunan ini harus melalui prosedur yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
"Sesuai dengan aturan yang berlaku, rumah ibadah dibangun jika ada penganutnya. Sementara di desa Bakung tidak ada penganut agama tersebut, makanya kami permasalahkan," kata Sudir Putra.
Selain itu, dirinya juga geram dengan ulah yayasan yang akan membangun Klenteng tersebut dengan memberikan uang agar masyarakat menandatangani persetujuan pembangunan.
"Saya dapat informasi jika masyarakat tidak tahu jika itu tanda tangan untuk pembangunan klenteng. Masyarakat mengetahui jika tanda tangan tersebut untuk persetujuan pembangunan masjid. Dan ini sudah satu pelanggaran bagi mereka. Masyarakat sudah ditipu," tegas Sudir.
Mantan sekjen GP Ansor Muaro Jambi itu menegaskan jika masyarakat sudah sangat direndahkan atau dilecehkan oleh pihak yayasan, sebab satu tanda tangan hanya diberikan uang Rp 50 ribu.
"Ini sudah keterlaluan. Mereka membangun kelenteng, tapi ditengah masyarakat dibilang bangun masjid. Kemudian masyarakat diberikan uang Rp 50 ribu," katanya.
Menanggapi hal itu, Direktur Yayasan Dana Deva Astaka, Edi Susanto yang membangun kelenteng tersebut mengaku jika pihaknya memang menitipkan uang kepada masyarakat namun itu bukan untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat.
"Itu hanya untuk niat baik kami," kata Edi.
Dirinya menyebut jika pembangunan Klenteng di desa Bakung merupakan tempat yang strategis, sebab wilayah ini dilintasi masyarakat yang hendak beribadah maupun berwisata ke Candi Muaro Jambi.
Dengan pertimbangan itu, pihaknya bersama donatur yang akan membangun klenteng tersebut memilih Desa bakung sebagai tempat pembangunan kelenteng.
"Kami bangun ini hanya semata-mata untuk beribadah," katanya lagi.
Sementara itu, Wakil ketua FKUB Kabupaten Muaro Jambi, Ustadz Zainudin menyebut jika pembangunan rumah ibadah harus sesuai dengan prosedur yang diberlakukan dimana harus memiliki minimal 90 orang jamaah dan ini dibuktikan dengan fotocopy KTP, selanjutnya harus ada dukungan dari warga setempat minimal 60 orang.
"Harus ada rekomendasi dari FKUB juga, kemudian harus ada rekomendasi tertulis dari Kementerian Agama setempat," kata wakil ketua FKUB Kabupaten Muaro Jambi, Ustadz Zainudin.
Setelah mendengar paparan kedua belah pihak akhirnya disepakati jika rencana pembangunan kelenteng tersebut dibatalkan dan disarankan untuk mengurus ulang.
"Hasilnya disepakati jika rekomendasi dan tandatangan warga yang sudah didapat dibatalkan dan yayasan harus mengulang dari awal," kata Camat Marosebo, Yopi.
Social Plugin